Melalui Kuliah Pakar, Dosen FH UMM Gagas Pemilihan Hakim Konstitusi Secara Demokratis

Jum'at, 24 November 2023 13:26 WIB

Malang (24/11) - Hakim Konstitusi kembali menjadi topik diskusi para akademisi. Sayangnya, bukan soal prestasi tapi justru soal independensi. Melalui sidang yang dilakukan oleh Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Ketua MK berinisial AU, dilengserkan dari jabatannya karena terbukti melanggar etik. Bukan kali ini saja, sebelumnya, beberapa Hakim Konstitusi tersandung kasus, seperti AM, PA, bahkan ada yang beberapa kali langganan terkena pelanggaran etik, yaitu Hakim berinisial AH.

Polemik tersebut bermuara pada satu hal yang sama, yaitu soal independensi Hakim Konstitusi. Guna mengurai benang merah keruwetan menyoal Hakim Konstitusi, FH UMM mengadakan Kuliah Pakar dengan menghadirkan narasumber dari Ketua dan Sekretaris Pusat Studi Pancasila dan Konstitusi, Rabu (15/11) lalu. Sekitar 250 peserta hadir secara daring dalam agenda Kuliah Pakar tersebut.

"Jika melihat model pemilihannya, Hakim Konstitusi ini diajukan oleh 3 lembaga, yaitu Presiden dari unsur Eksekutif, DPR dari unsur Legislatif dan MA dari unsur Yudikatif. Ini kurang representatif. Harusnya ada peran pula dari KY, dan dipilih, bukan diajukan. Frasanya dalam Undang-Undang itu kan diajukan." Ungkap Dr. Catur Wido Haruni, Ketua Pusat Studi Pancasila dan Konstitusi FH UMM

Sementara itu Sholahuddin Al-Fatih, MH., yang merupakan Sekretaris Pusat Studi Pancasila dan Konstitusi FH UMM memaparkan ide lain dalam pola pemilihan Hakim Konstitusi yang demokratis. Fatih, begitu pria asal Gresik ini biasa disapa, menggagas pemilihan secara langsung oleh rakyat, seperti di negara bagian Washington DC di Amerika Serikat.

"Di AS sana kan bisa dipilih langsung oleh rakyat, bareng dengan Pileg dan sejenisnya. Atau jika tidak, dipilih oleh DPD, karena DPD ini representasi rakyat, tidak terafiliasi partai politik, beda dengan DPR yang membawa bendera parpol masing-masing. Tujuannya agar lebih idenpenden, Hakim Konstitusi tidak membawa kepentingan siapapun." Pungkas Fatih dalam paparannya

Dalam sesi diskusi, Wiranto, salah seorang peserta diskusi menanyakan terkait model mana yang paling ideal termasuk berkaitan dengan biaya. Para narasumber sepakat menyebut bahwa model pemilihan secara langsung berpotensi melahirkan biaya yang cukup mahal. Meskipun demikian, masih ada alternatif pemilihan Hakim Konstitusi melalui KY atau DPD. (saf/hum)

Shared: