Malang (17/12) - Problematika agraria tak kunjung menemukan titik temu. Banyak masyarakat yang menjadi korban dan konflik terus meluas. Hal tersebut disampaikan oleh Assoc. Prof. Dr. Jady Zaidi Bin Hassim selaku Dekan Fakulti Undang-undang di Universiti Kebangsaan Malaysia saat didapuk sebagai narasumber dalam agenda kuliah tamu yang dilaksanakan oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, 17 Desember 2022 lalu. Agenda kuliah tamu dengan tema "Malaysia Land Law: The Concept of the Indefeasibility of Title in the Malaysia Land Law" tersebut diperuntukkan bagi mahasiswa FH UMM yang sedang menempuh mata kuliah Hukum Agraria.
Dalam paparannya, Jady menjelaskan bahwa banyaknya peraturan di beberapa perundang-undangan memunculkan ketidakpastian hukum. Bahkan malah menimbulkan kerugian. Adapun pengaturan tanah di Indonesia masuk di beberapa perundang-undangan seperti Keputusan Mahkamah Agung No 495 Tahun 1975. Kemudian juga ada di Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Agraria (UUPA).
“Yang dirugikan bisa dari pihak pemerintah yakni Badan Pertanahan Nasional (BPN) maupun masyarakat yang kepemilikan hak atas tanahnya terancam. Karena ada kemungkanan adanya tumpang tindih sertifikat tanah,” katanya.
Ia juga sempat membandingkannya dengan Malaysia. Di sana ketika seseorang memegang hak atas tanah tersebut, kepemilikan itu dianggap tidak dapat dicabut. Artinya, tidak seorang pun dapat mempersoalkan kepemilikan tanah berdasarkan hak atas tanah. Hanya orang yang sama yang dapat mengalihkan tanah melalui hak atas tanah kepada orang lain di Kantor Pertanahan.
“Di Malaysia, peraturan pertanahannya menggunakan sistem Torrens. Prinsip dari sistem tersebut adalah pemilik yang terdaftar memiliki hak tak terbantahkan. Sertifikat bisa saja digugat apabila terdapat masalah ataupun terindikasi penipuan,” katanya.
Lebih lanjut, Dekan FH UMM Dr. Tongat, SH., M.Hum. juga berharap materi yang disediakan mampu memberikan pengalaman dan wawasan baru bagi mahasiswa. Utamanya dalam sistem pertanahan yang ada di Indonesia maupun Malaysia.
Pada kesempatan itu pula, FH UMM dan FUU Universiti Kebangsaan Malaysia melakukan tanda tangan kerja sama. Dengan begitu, akan ada banyak program kolaborasi yang bisa dilakukan keduanya. “Sebelumnya kita juga sudah berkolaborasi dengan Young San University. Tentu kerjasama ini bisa melebarkan kesempatan saudara-saudara mahasisa untuk ikut exchange ke berbagai negara dan mendalami ilmu hukum di sana,” pungkasnya. (ros/wil/saf/hum)