Malang (11/3) - Dalam dinamika ketatanegaraan Indonesia, seringkali ditemukan beragam masalah terkait sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang ada. Polemik tersebut ternyata berdampak pada penegakan hukum di Indonesia. Melihat kondisi tersebut, Fakultas Hukum Universitas Kanjuruhan Malang (FH Unikama) menyelenggarakan Simposium Nasional bertema "Rekonstruksi, Harmonisasi dan Sinkronisasi Peraturan Perundang-undangan di Indonesia".
Acara simposium yang diselenggarakan kemarin (10/3) tersebut, mengundang Pakar HTN FH UMM, Dr. Sulardi, sebagai pembicara. Turut hadir pula sebagai Keynote Speaker, Prof. Mahfud MD, Ketua MK periode 2008-2013. Bertempat di Gedung J Lt. 2 FH Unikama, Dr. Sulardi menjelaskan mengenai polemik rekonstruksi, harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan beserta solusinya.
"Terjadi pergeseran kekuasaan pembentukan undang-undang, dari Presiden ke DPR, maka seyogyanya Presiden tidak punya wewenang mengeluarkan Perppu. Bisa rancu, dihapus saja wewenang itu." Tegas Dr. Sulardi
"Konflik perundang-undangan juga bisa terjadi bila ada dua atau lebih peraturan perundang-undangan mengatur hal yang sama namun terjadi pertentangan atau perbedaan. Salah satu cara adalah dengan berpatokan pada asas-asas hukum." Sambungnya
Sulardi menambahkan, ada tiga cara mengurai polemik peraturan perundang-undangan di Indonesia, Pertama, peraturan perundang-undangan yang secara hirarki kedudukannya lebih tinggi mengalahkan peraturan perundang-undangan yang kedudukannya lebih rendah, yakni asas lex superior derogat legi inferiori. Kedua, peraturan perundang-undangan yang khusus mengalahkan peraturan perundang-undangan yang umum. Yakni, lex specialis derogat legi generali. Ketiga, peraturan perundang-undangan yang kemudian mengalahkan peraturan perundang-undangan yang terdahulu, asasnya lex posteriori derogat legi priori. Ketiga asas tersebut di atas-lah yang kita gunakan untuk menyelesaikan konflik antara peraturan perundang-undangan. (saf/hum)