Malang (15/2) - Eksistensi ekstrimisme membuat banyak elemen masyarakat harus mawas diri. Kehadiran regulasi yang menyoal ekstrimisme, juga menjadi ruang diskusi tersendiri bagi para akademisi. Latar belakang tersebut menjadi realita yang menguatkan ikhtiar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (FH UMM) untuk menyelenggarakan webinar dan mengundang para pakar untuk berdiskusi bersama.
Bertempat di ruang virtual Zoom, agenda webinar bertema Menggugat Eksistensi Ekstrimisme di Indonesia dan Regulasinya, digelar pada hari Senin, 15 Februari 2021. Webinar tersebut menghadirkan para pakar dan praktisi, seperti: Prof. Dr. Suteki, SH., M.Hum (Guru Besar FH UNDIP), Dr. Sidik Sunaryo, SH., M.Si., M.Hum (Wakil Rektor IV UMM) dan Prof. Dr. Susi Dwi Harijanti, SH., LL.M., Ph.D (Guru Besar FH UNPAD), dengan dipandu oleh moderator Chacha Annissa, S.Sos., M.Si (Jurnalis TV One).
Hadir pula sebagai Keynote Speaker, Dr. H.M. Busyro Muqoddas, SH., MH (Ketua PP Muhammadiyah). Dr. Busyro Muqoddas menceritakan pengalamannya mendampingi para korban kepongahan dan represifitas aparat sejak zaman orde baru hingga sekarang. Melalui pengalaman tersebut, Dr. Busyro Muqoddas, mengajak agar para penegak hukum lebih berhati-hati dalam menuduh seseorang dengan label radikal, ektrimis dan sejenisnya.
"Selama ini yang di cap radikal itu kenapa selalu orang Islam. Hanya umat Islam saja yang sering dijadikan terdakwa permanen sejak orba hingga sekarang. Apa salahnya umat Islam, agama Islam? Apa sumber ekstrimisme di NKRI? pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab, agar tidak menjadi warisan sejarah yang mencekam." Ungkap Dr. H.M. Busyro Muqoddas.
Pemateri dan pakar lainnya juga menambahkan bahwa parameter untuk menentukan seseorang terlibat atau diduga radikal, perlu untuk diformulasikan ulang. Radikalisme maupun ekstremisme tidak bisa dinilai hanya dengan penampilan atau cara berpakaian seseorang. Sehingga, regulasi terkait, baik dalam bentuk Undang-Undang, Perppu maupun norma hukum positif lainnya, perlu untuk ditelaah lebih lanjut.
"Materinya menarik dan sangat komprehensif. Seringkali kita mendapatkan informasi dari media-media yang kadang tidak sesuai, baik dari segi regulasi maupun praktiknya. Sehingga, melalui webinar ini, kita bisa memahami bagaimana upa terbaik untuk mencegah berkembangnya ekstrimisme di Indonesia." Ungkap M. Lutfi, peserta webinar.
Webinar berakhir menjelang siang, di akhir sesi pemaparan, peserta diberikan kesempatan untuk diskusi dan berdialog secara langsung dengan para pemateri. Diharapkan melalui kegiatan webinar dan dialog akademis tersebut, eksistensi ekstrimisme bisa dicegah dan masyarakat juga terhindar dari label ekstrimisme yang tidak tepat. (saf/hum)