Sidoarjo (13/2) – Hoax kini seperti jamur di musim penghujan, tumbuh subur dimana-mana. Bertubi-tubi bangsa ini digempur hoax, mulai dari kasus Ratna Sarumpaet hingga yang terbaru hoax pembebasan Ust. Abu Bakar Ba’asyir dari lapas.
Payung hukum untuk memberantas hoax, sering di salah tafsirkan dan sangat kental dengan nuansa politis. Bercermin pada beberapa kasus hoax akhir-akhir ini, para penegak hukum cenderung menggunakan UU ITE sebagai dasar untuk menjerat para pelaku hoax. Sayangnya, UU ITE sangat rawan untuk di salah tafsirkan.
Berdasarkan pada latar belakang tersebut, Sholahuddin Al-Fatih, SH., MH., salah satu dosen muda FH UMM, menulis paper dengan judul “Hoax and The Principle of Legal Certainty in Indonesian Legal System.” Paper tersebut berhasil lolos seleksi dan dipresentasikan dalam International Conference on Business, Law and Pedagogy (ICBLP), 13-14 Fenruari di Hotel Sun City, Sidoarjo.
“Hakim dan para penegak hukum lainnya, menjadikan UU ITE sebagai dasar hukum yang memberikan kepastian hukum. Padahal, menurut Prof. Andi Hamzah, UU ITE merupakan jenis UU Administratif, yang tidak bisa dikaitkan dengan delik pidana. Jika ada pelanggaran, maka cukup diberi sanksi berupa membayar denda atau kerja sosial. tapi sekarang kan jadinya lucu, UU ITE digunakan untuk memidanakan orang. Ini peru diluruskan.” Ujar Fatih selepas mempresentasikan papernya. (saf/hum)