Diundang ke Estonia, Dosen FH UMM Berbagi Cerita tentang Demokrasi di Indonesia

Rabu, 12 April 2023 03:18 WIB

Malang (12/3) - Demokrasi selalu menarik untuk diceritakan, sebab lika-liku demokrasi tergantung pada banyak faktor. Atas perhatian terhadap isu-isu demokrasi yang ada, CitizenoS, sebuah NGO/LSM di Estonia, mengundang para talenta berbakat dari penjuru dunia untuk berbagi kisah mengenai demokrasi di negara mereka dan upaya mencari jalan keluarnya. Salah satu peserta yang terpilih dan diundang ke Estonia oleh CitizenOS adalah dosen Fakultas Hukum UMM, Sholahuddin Al Fatih, S.H., M.H. Dalam program Democracy Defenders Accelerator (DDA) Bootcamp, pada 27 Maret - 5 April 2023 di Estonia lalu, Fatih bercerita mengenai kondisi demokrasi di Indonesia, terutama yang terjadi pada generasi mudanya.

Fatih mengatakan rendahnya partisipasi anak muda dalam pemilu membuat kemungkinan kecurangan menjadi lebih besar. Karena hak pilih yang seharusnya terisi menjadi kosong (golongan putih). Sehingga bisa dicurangi oleh beberapa pihak. Keresahan Fatih itu, ia diskusikan dengan 30 perwakilan dari berbagai negara di dunia, seperti Kanada, Belanda, Rumania, Filipina, Australia, Afghanistan, Nigeria, Meksiko, Italia, Albania, Russia dan sebagainya. 

“Ide sederhana saya, anak muda itu harus dibuatkan camp atau mini-workshop guna merubah paradigma mereka soal demokrasi dan partisipasi dalam pemilu. Saya menamakannya Malang Young Leader Camp (MYLC). Melalui DDA Bootcamp inilah saya berharap dapat ide segar untuk merealisasikan program MYLC. Alhamdulillah lolos, setelah melalui proses seleksi berkas administrasi dan wawancara dengan panelis dari 3 negara.” jelas Fatih.

Lebih lanjut, Fatih mengungkapkan permasalahan demokrasi yang ada Indonesia justru tidak banyak ditemukan di negara lainnya. Ia justru menemukan bahwa Jerman memiliki permasalahan demokrasi terkait konflik ras di pemerintahannya. Kemudian Belanda dengan masalah digitalisasi demokrasinya dan negara Afghanistan yang memiliki persoalan terkait keadilan berpendapat dan isu seputar HAM bagi pengungsi pasca Taliban berkuasa.

“Dari hasil diskusi, ditemukan permasalahan utama yang ada di berbagai negara yaitu tentang kurangnya kesadaran anak muda di dunia dalam menggunakan media sosial. Permasalahan itu  kemudian menjadi fokus untuk dikerjakan selama satu tahun ke depan,” terang Fatih.

Menariknya, program yang Fatih ikuti dilaksanakan bertepatan dengan puasa Ramadhan. Sehingga selama berpuasa di negara bagian Eropa Utara itu, Fatih mengalami beberapa culture shock. Mulai dari makanan halal yang sangat sulit didapatkan hingga menjalani puasa selama 16 jam.

“Alhamdulillah melalui program ini banyak hal baru yang didapatkan. Insyaallah bisa saya implementasikan sebagai model pembelajaran di kelas. Kemudian wawasan saya tentang demokrasi juga bertambah,” ungkap Fatih.

Terakhir, Fatih berharap akan ada lebih banyak dosen dan juga mahasiswa yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sejenis sebagai aktualisasi nyata rekognisi internasional sesuai milestone UMM. Selain itu, dosen sekaligus staf bagian kerjasama internasional itu juga menyampaikan sedang melakukan penjajakan agar UMM dan CitizenOS bisa bekerja sama. Tidak hanya dengan NGO terkait, tapi kedepannya juga bisa melakukan kerja sama dengan beberapa kampus ternama di Estonia, misalnya Universitas Tallin atau Universitas Tartu. (zak/wil/saf/hum)

Shared: