Malang (30/8) - Beberapa waktu lalu pemerintah meresmikan perubahan RUU KUHP baru menjadi KUHP nasional. Perubahan tersebut tak hanya pada substansi hukum, namun juga pembaharuan terhadap struktur aparat, penegak hukum, hingga kultur masyarakat. Para praktisi hukum dan stakeholder yang berkonsentrasi pada hal tersebut juga wajib memahami perubahan tersebut.
Prof. Dr Tongat, SH., M.Hum, Dekan FH UMM yang juga merupakan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminolog (DPD MAHUPIKI) iJawa Timur, menuturkan bahwa adanya perubahan pada KUHP Nasional dapat menjadi landasan pembelajaran baru bagi stakeholder dan praktisi yang berkonsentrasi pada bidang hukum. Melalui sambutannya pada acara Penataran Hukum Pidana Nasional, setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 mengenai KUHP harapannya para praktisi juga dapat memahami perubahan-perubahan baru yang ada pada undang-undang untuk kemudian diimplementasikan sebagai bahan ajar baru khususnya bagi mahasiswa.
"KUHP yang baru jelas lebih bermutu. Kalo yang lama kan peninggalan era kolonial, ini versi KUHP era milenial." pungkasnya
Pembaharuan dalam Undang-Undang Nomor 1 2023 Tentang KUHP mengacu pada rekodifikasi hukum pidana; demokratisasi hukum pidana; konsolidasi hukum pidana; serta adaptasi dan harmonisasi terhadap berbagai perkembangan hukum yang terjadi. Secara ringkas, undang-undang ini dibagi ke dalam dua kitab yakni buku kesatu dan buku kedua.
Menurut penuturan Prof. Dr Topo Santoso., S.H., M.H selaku guru besar Universitas Indonesia menyatakan bahwa buku kesatu berisi tentang pedoman, asas, dan prinsip umum bagi para praktisi hukum. Sementara buku kedua berisi tentang implementasi dan penerapan dari pedoman buku pertama.
“Untuk menguasai pembaharuan KUHP ya harus dimulai dari buku kesatu, tidak bisa langsung loncat ke buku kedua. Yang ada nanti kita bisa salah paham dalam melakukan penerapannya,” tambahnya.
Lebih lanjut, ada beberapa perubahan besar pada KUHP lama dengan KUHP yang baru, seperti pada pasal 1 yang pada awalnya ada tiga prinsip yaitu aturan itu harus tertulis, tidak boleh berlau surut, dan tidak boleh mengikuti analogi. Kemudian dirubah menjadi pasal satu ayat 1 memuat dua prinsip dan ayat 2 memuat larangan analogi. Hal ini dimunculkan sebagai rules dan aturan baru di KUHP yang baru.
Paparan tersebut secara eksklusif disampaikan oleh Prof Topo dalam acara Penataran Hukum Pidana Nasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang yang berkolaborasi dengan (DPD MAHUPIKI) Jawa Timur, 28-30 Agustus 2023 di UMM Rayz Hotel.
Selain Prof. Topo, hadir pula sebagai pemateri yaitu para pakar hukum pidana Indonesia diantaranya, Prof. Dr. Pujiono, S.H., M.Hum. (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegiro), Prof. Dr. Tongat, S.H., M.Hum. (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Malang), Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A. (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia), Dr. Chairul Huda, S.H., M.H, (Akademisi Universitas Muhammadiyah Jakarta), Dr. Yenti Garnasih, S.H., M.H. (Akademisi Universitas Pakuwan Bogor), Dr. Deni Setyo Bagus Yuherawan, S.H., M.S. (Akademisi Hukum Pidana Universitas Trunujoyo Madura), dan Dr. M. Sholehuddin, S.H., M.H. (Akademisi Hukum Pidana Universitas Bhayangkara).
Acara tersebut dihadiri oleh ratusan peserta dari penjuru nusantara seperti praktisi hukum, dosen, maupun mahasiswa. Melalui acara itu juga, peserta diharapkan dapat memiliki pemahaman baru terhadap perubahan norma dalam KUHP yang baru. (tri/saf)